Category Archives: Insight

Introduction to Population Genetics

Sebenarnya ini tugas kuliah, summary dari suatu movie seminar yang pembicaranya adalah Dr. Lynn Jorde dari University of Utah USA. Dia berbicara tentang Introduction to Population Genetics. Movie-nya bisa dicari di YouTube. Hal ini cukup menarik bagi saya sehingga saya ingin sedikit membahas dan membaginya di blog saya ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. 🙂


Memahami istilah populasi sering dikaitkan dalam ranah ekologi, Namun istilah populasi juga digunakan dalam bidang genetika. Selama ini kita pahami dalam pengertian populasi adalah sekelompok individu sejenis memiliki kemampuan reproduksi diantaranya, yang hidup pada waktu dan tempat tertentu. Dalam pemahaman populasi genetik lebih kurang sama dengan pengertian di atas namun dalam level gen atau DNA.

Genetika Populasi adalah cabang genetika yang membahas transmisi bahan genetik pada ranah populasi (berfokus pada pewarisan genetik/ genetics inheritance). 

Ekologiwan memandang populasi sebagai unsur dari sistem yang lebih luas. Populasi suatu spesies adalah bagian dari suatu komunitas. Selain itu, evolusi juga bekerja melalui populasi. Di sisi lain, ahli-ahli genetika memandang populasi sebagai sarana atau wadah bagi pertukaran alel-alel yang dimiliki oleh individu-individu anggotanya. Dinamika frekuensi alel dalam suatu populasi menjadi perhatian utama dalam kajian genetika populasi (Wikipedia.com)

Dalam dunia modern saat ini dimana teknologi pesat berkembang memudahkan kita mempelajari makhluk hidup sampai ke level DNA. Hal-hal seperti bagaimana menjelaskan sejarah manusia modern saat ini (human history), menelusuri leluhur seseorang (ancestry), forensik (forensic) dan mehamami penyakit yang disebabkan gen (disease-causing gene) saat ini lebih mudah dipelajari dengan teknologi yang ada sekarang (Thank God). Kita akan membahas bagaimana mempelajari genetika populasi (genetic population) dapat membantu kita memahami empat hal di atas.

Sumber yang fundamental dari keragaman genetik manusia adalah dari proses mutasi. Estimasi laju mutasi pada manusia adalah 1.0 – 2.5 x 10-8 per bp (base pair) per generasi. Artinya ialah setiap kali manusia bereproduksi akan menurunkan/ mengirimkan (transmit) variasi sebanyak 30-75 DNA baru untuk setiap gamet. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan membandingkan sekuen DNA pada orang tua (parents) dan anak (offsping). Kita harus berterima kasih dengan adanya mutasi, karena dengan terjadinya mutasi kita dapat melihat keragaman yang terjadi pada manusia saat ini karena keragaman genetik yang ada. Meskipun juga tidak bisa dipungkiri mutasi menyebabkan penyakit yang disebabkan genetik (human disease-causing gene). Memahami proses mutasi memberikan kita pemahaman tentang dasar dari penyakit genetik.

Menurut saya sebenarnya agak kurang tepat menggunakan istilah penyakit genetik, karena penyakit adalah hal yang disebabkan oleh patogen (bakteri, virus, protozoa dll). Mungkin lebih tepat disebut Syndrome-causing gene. Seorang anak yang menderita (maaf) Autism bukan disebakan oleh patogen, namun genetic make up-nya dari lahir sudah seperti.

Hal yang menjadi pertanyaan adalah seberapa banyak atau sejauh mana manusia berbeda antara satu manusia dengan yang lain. Caranya dengan membandingkan sekuen DNA masing-masing individu. Pada manusia yang kembar tidak memiliki perbedaan sama sekali, meskipun tidak pasti benar, tapi bisa dibilang fakta. Pada manusia yang tidak memiliki hubungan darah (unrelated human) perbedaannya adalah 1/1000 bp. Meskipun manusia terlihat sama, tetapi memiliki perbedaan tiga milyar basa DNA yang artinya memiliki tiga juta SNP (Single Nucleoide Variant) yang berbeda di antara tiap pasang haploid sekuen DNA manusia. Manusia dengan chimps hanya berbeda 1/1000 bp. Jadi, jika dilihat dari level gen 99 persen DNA manusia mirip dengan chimps  (Ingat, dari level DNA loh yaa). Dan dengan tumbuhan contohnya brokoli, manusia sangat jauh berbeda yaitu >2/3 juta bp (It’s obvious).

Kita memiliki dua salinan dari semua gen kecuali yang ada pada kromososm seks. Namun duplikasi dan delesi yang besar pada segmen DNA menjadikan jumlah dari salinan gen bervariasi. Setiap manusia adalah heterozygous setidaknya 100 CNVs (Copy Number Variants) (3mb) (Gambar 1).

genetic cnv

Gambar 1. Duplikasi dan delesi yang besar pada suatu segmen DNA menyebabkan jumlah salinan gen menjadi bervariasi. (Courtesy: Lynn Jorde)

Sebelumnya dijelaskan seberapa dalam perbedaan antar individu. Selanjutnya akan membahas seberapa jauh perbedaan keragaman genetik antar populasi, bagaimana caranya mereka bisa bervariasi antar populasi. Untuk mengetahui hal ini adalah dengan melihat variasi genetik dalam populasi dengan menabulasi frekuensi dari SNP dari setiap populasi. Diambil contoh frekuensi SNP seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Frekuensi SNP pada populasi manusia di benua Afrika, Asia, dan Eropa (Courtesy: Lynn Jorde)

Populasi Manusia (Benua) SNP 1 SNP 2 SNP 3
Afrika 0,588 0,890 0,880
Asia 0,671 0,559 0,528
Eropa 0,792 0,790 0,828

Cara mengetahuinya adalah dengan menghitung variasi tersebut dengan menggunakan apa yang kita kenal sebagai Fst.

Fst

FST digunakan untuk melihat jumlah variasi genetik pada populasi yang berbeda dengan melihat total heterozigositas/ variasi pada suatu sampel populasi (Ht) dikurangi dengan rata-rata heterozigositas pada setiap populasi (Hs). Jika FST sama dengan nol (0) artinya tidak ada variasi di antara dua populasi yang berbeda atau sangat sedikit perbedaannya. Jika FST sama dengan satu (1) artinya tidak ada variasi di dalam satu populasi tersebut. Bahasannya sudah pakai formulasi yaa, hehe, namun bacalah sedikit lagi saja jika memang tertarik.

Terdapat penelitian tentang persentase minor alel untuk setiap SNP dari 250k chip. Dapat dilihat pada gambar di bawah (Gambar.2). Hasilnya, variasi lebih banyak didapatkan dari Afrika daripada di luar Afrika. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk melihat seseorang individu berasal dari kontinen (benua) mana jika hanya memiliki presentasi frekuensi alel SNP sekian dan pasti bukan dari kontinen ini.

ssss2

Gambar 2. Presentasi frekuensi alel untuk setiap SNP dari 250k chip. (Courtesy: Lynn Jorde)

Memahami dan mempelajari genetika populasi dapat diaplikasikan pada bidang biomedis. Ratanya penyakit-penyakit yang ada dan beragam disebabkan oleh populasi yang berbeda, seperti hipertensi dan prostat cancer. Beberapa penyakit cenderung tergantung pada populasi, seperti keragaman faktor clotting  V Leiden pada ras Eropa sebesar 5 persen, sedangkan pada ras Asia dan Afrika kurang dari satu persen.

Respon terhadap obat pada tiap orang berbeda-beda karena variasi genetik yang terjadi pada manusia. Contohnya ras African-American (Afro-Amerika hanya merespon kecil terhadap ACE inhibitor (beta blockers pada tekanan darah rendah). Contoh lainnya yang lebih sederhana adalah jika seseorang mengalami pusing kepala, ada orang yang diberi aspirin/ parasetamol beberapa menit kemudian langsung reda nyerinya, ada juga yang tidak atau membutuhkan waktu yang lama. Implikasi ini mengarah pada personalized medicine yaitu pengobatan yang berbasis pada individu. Personalized medicine awalya dilakukan dengan microarray dengan melihat ekspresi dari semua genom yang ada.

Genetika populasi juga digunakan dalam aplikasinya pada bidang forensik. Istilah ras umum digunakan untuk mendesain database forensik. Contoh istilah ras adalah Kaukasian, African-merican, Hispanic, Asian, dll. Istilah race/ ras menurut (Schwartz, 2001) tidak diartikan secara biologi, karena pada level genetik, dua individu yang berasal dari populasi yang sama, sama berbedanya dengan dua individu yang diambil dari dua populasi yang berbeda (American Anthropological Association, 1997) sehingga istilah ras tidak tepat jika digunakan dalam ranah biologi. Disebutnya race is biological meaningless.

2346AB9E-0A7E-4FCC-836E487E22032170_article

Gambar 3. Sampul depan majalah Scientific American yang membahas tentang ras,

Pengetahuan populasi genetik juga dapat digunakan untuk menduga siapa leluhur manusia modern. Manusia modern yang ada sekarang, diduga nenek moyangnya berasal dari Afrika, karena keragaman haplotype-nya menurun semakin suatu ras jauh dari benua Afrika. Setiap manusia yang ada sekarang membawa 0,3% gen dari Neandhertal kecuali pada bangsa atau ras Afrika sehingga diduga manusia berasal dari Afrika. Besarnya jumlah pada DNA polymorphism dapat memberitahukan kita mengenai leluhur dan sejarah populasi.


Quotes: The capacity to blunder slightly is the real marvel of DNA. Without this special attribute, we would still be anaerobic bacteria and there would be no music. -Lewis Thomas


Thanks to  Dr. Lynn Jorde from University of Utah, USA.

—-

Bandung_Udara dingin 19 derajat Celcius_Feeling Grateful__menghadapi uas ekologi molekuler yang tinggal hitungan hari_Bismillah.

Terminologi Terumbu Karang

Saat jalan-jalan di tepi pantai, seorang anak perempuan girang sekali menemukan benda keras berwarna putih dengan bentuk yang khas, “Ayah lihat aku nemuin karang.” Sang Ayah menghampiri, “Wahh iyaa, bagus yaa bentuknya.” “Ayah, boleh aku bawa pulang?.” Ayah mengangguk tanda mengizinkan. “Asiik, nanti aku liatin ke Ibu ahh.” dengan girangnya anak kecil itu berkata.

Tidak jauh dari situ ada seorang perempuan yang memperhatikan, dalam hatinya berkata sambil bercanda seperti gemas ingin mengoreksi sesuatu, “dek, itu bukan karang tapi itu terumbu”. Sisi pengoreksinya rasanya gatal ingin mengoreksi sesuatu. Dia pun tersenyum senang melihat Ayah-anak itu bermain bersama di tepi pantai.


Sharing sedikit yaa, tidak ada maksud menggurui atau lebih ahli dalam hal ini, sama-sama belajar, berbagi ilmu kan menyenangkan.

Jadi dalam dunia terumbu karang dikenal ada empat (4) istilah: 1. Karang; 2. Terumbu; 3 Karang Terumbu; dan 4. Terumbu Karang

Saya bahas secara berurut yaa.

Pertama adalah Karang. Karang adalah hewan invertebrata dari Filum Anthozoa (Ordo Scleractinia) yang hidup di laut.

 

Hewan Karang
                                                   Hewan Karang

                                                  Hewan Karang

Dua. Terumbu. Terumbu adalah bentukan kalsium karbonat CaCO3 yang dihasilkan oleh hewan karang tersebut. Menurut Nybakken (1988), terumbu adalah endapan-endapan masif kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (Phylum Cnidaria, Classis Anthozoa, Ordo Madreporaria = Scleractinia). Sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat menyumbang pembentukan terumbu.

Tiga. Karang Terumbu. Karang terumbu adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu, karena ada juga karang yang tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang adalah istilah umum untuk sebagian kelompok berbeda dari Cnidaria.  Karang Ordo Scleractinia, disebut juga sebagai karang sejati

Terdapat dua kelompok karang yang berbeda, yang satu dinamakan hermatipik dan yang lainnya disebut ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatipik tidak. Karang ahermatipik tersebar di seluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik, contohnya negara kita Indonesia. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel algae yang bersimbiosis (hidup bersama) yang dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahermatipik tidak (Nybakken, 1988).

Empat. Terumbu Karang. Berbicara istilah terumbu karang (coral reef) berarti kita berbicara tentang ekosistem.  Ekosistem adalah hubungan timbal balik antar biotik dan abiotik yang membentuk suatu sistem. Kata kuncinya adalah “membentuk suatu sistem“. Jadi terumbu karang adalah ekosistem khas di daerah tropis yang melibatkan hubungan antar organisme-organisme laut (yang saling berinteraksi satu sama lain) dengan faktor abiotiknya yang membentuk suatu sistem. Jadi dalam ekosistem terumbu karang, organisme seperti ikan karang, penyu, moray eel, ikan hiu, anemon laut, plankton, dan hewan karang itu sendiri termasuk dalam ekosistem terumbu karang.

                                 Ekosistem Terumbu Karang

“Jadi Dek, itu bukan karang tapi terumbu”, masih gemes ingin ngasih tahu 😀

Feeling Happy_10 November 2014_Hari Pahlawan_Subhanallah.

Ah, begitu mudahnya ikan menyelam

Ketika sedang snorkeling saya melihat karang yang sangat cantik di bawah sana dan ingin mencoba mendekati lebih dalam untuk mengambil gambarnya. Lalu mencoba menyelam ke bawah dengan teknik jack knife, akan tetapi mengapa sulit mendorong tubuh saya hingga mencapai kedalaman tertentu. Padahal di sekitar saya banyak sekali ikan yang sama-sama sedang menyelam. Mengapa mereka mudah menyelam naik dan turun kedalaman, sedangkan saya tidak? Apakah mereka memiliki sesuatu yang tidak saya miliki?

Jawabannya, masalahnya justru kita yang memiliki sesuatu yang tidak mereka miliki: Paru-paru.

Agar dapat berenang melayang-layang di dalam air laut, dengan daya apung netral yang pas sehingga mereka tidak tenggelam, atau mengapung ke permukaan, seekor ikan harus memiliki kerapatan massa keseluruhan yang tepat dengan volume air laut yang sama. Jika lebih berat ikan akan tenggelam ke dasar laut–seperti kebanyakan manusia–atau jika beratnya kurang ikan akan terkatung-katung di permukaan dan tetap di sana.

Tulang dan otot sama-sama lebih padat daripada air laut, maka semua animalia (termasuk manusia Homo sapiens) akan tenggelam kecuali punya organ sangat ringan seperti kantung udara untuk mengompensasi dan mengurangi kerapatan keseluruhan. Manusia dan para makhluk darat lainnya mempunyai paru-paru, sedangkan ikan mempunyai kantung-kantung renang kecil berisi gas atau disebut swim bladder.  Namun kantung udara di ikan hanya sekitar lima persen dari volume keseluruhan, sedangkan paru-paru kita memenuhi hampir seluruh rongga dada.

anatomi tubuh ikan. Swim bladder ditunjukkan di gambar
                Anatomi tubuh ikan. Nah itu namanya swim bladder.

Bahkan, misalkan seekor ikan memiliki kerapatan lebih besar daripada air laut, ikan tetap dapat menghindar dari tenggelam dengan terus berenang menggunakan sirip (fin). Begitu pula dengan kita para snorkelers, ketika ingin mengambil gambar dari coral yang indah, kita dapat mengayuh kuat-kuat ke bawah dengan menggerakan fin yang kita pakai di kaki, namun sayangnya kita tidak memiliki kemampuan setaraf ikan dalam urusan ini. Akan tetapi, bahkan jika kita mampu berenang seperti ikan, kita masih harus berusaha lebih keras, karena ada beban sangat berat–seperangkat kantung udara–alat pernapasan yang disebut paru-paru.

Namun untungnya Jacques Yves Costeau menemukan alat selam modern yang saat ini digunakan: SCUBA, sehingga manusia mudah untuk menyelam di bawah laut seperti ikan. 😀

Ini dia alat SCUBA: Self-Contained Underwater Breathing Apparatus (Perangkat Bernapas Bawah Air yang Berdiri Sendiri)
Alat-alat SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus/ Perangkat Bernapas Dalam Air yang Berdiri Sendiri). 
His famous quote
                                      His famous quote
Jadi tidak tenggelam berkat SCUBA Gears. Me and my friend, Acta Withamana, beneath Bunaken Waters.

(Ide cerita diambil dari buku “Einstein Aja Gak Tau!” dengan sedikit modifikasi dan tambahan di sana-sini)

Bandung-5 November 2014-Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional-Kangen Diving-Disela-sela ngerjain Tesis-Semangat!

Konservasi dan Ekologi Molekuler

Hanya sekedar ingin sharing. Bukan bermaksud lebih tahu masalah konservasi. Bukan. Bukan maksud menggurui. Tidak ada niat sama sekali. Kami hanya ingin membagi cerita ini yang menurut kami hal ini menarik untuk dibahas.

Moleculer Ecology. Kami lebih senang menyingkatnya dengan akronim Ekomol. Ekologi Molekuler, mata kuliah pilihan yang hanya ada di semester ganjil di sekolah kami.

Pada awal perkuliahan, dosen pengampunya menjelaskan, “Tujuan dari mata kuliah ini adalah mahasiswa diharapkan memahami kegunaan tools molekuler untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada bidang ekologi.”

Hal yang menjadi menarik bagi kami adalah bagaimana memecahkan masalah pada bidang ekologi dengan mengaitkannya dengan bidang molekuler. Ternyata hal ini sudah banyak dan lazim dilakukan oleh banyak peneliti.

Sampailah pada suatu presentasi kelompok yang sangat menarik minat kami. Topik presentasinya mengenai inbreeding. Inbreeding adalah perkawinan yang terjadi antar dua atau lebih spesies yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat (wikipedia banget). Mereka mempresentasikan jurnal penelitian yang berjudul “Genetic variability of feral and ranch American mink Neovison vison in Poland“. Menarik.

Mink itu cerpelai. Begini ceritanya, jadi dulu mink dibawa dari US ke Polandia untuk diternakan dan diambil rambutnya (fur) untuk dibuat jaket. Lalu pada tahun sekian ada beberapa mink yang kabur dan akhirnya bisa survive di alam dan berkembang menjadi feral mink (liar/wild). Mink yang ada di perternakan disebut ranch mink. Jenis mink ini memiliki banyak warna, ada jenis mink berwarna standar (coklat), pastel, sapphire, dll. Karena peternak ingin menghasilkan warna yang diinginkan untuk industri jaket, maka mink-mink ini dikawinkan dengan mink-mink yang sewarna atau dengan warna tertentu lainnya sehingga menghasilkan warna untuk jaket yang mereka inginkan. Terjadilah inbreeding karena mink dikawinkan dengan mink yang masih berkerabat dekat. Berbeda dengan populasi feral mink di alam yang kawin secara acak. Peneliti ini ingin membandingkan genetic variability/ genetic diversity antara feral mink dengan ranch mink. Jika inbreeding terjadi akan banyak alel dominan yang hilang dan akan memunculkan alel resesif, jadi sifat-sifat resesif akan muncul dalam populasi (aduh maaf kami ceritanya biologi banget). Tapi bacalah sedikit lagi jika memang tertarik.

Masuk ke ranah konservasi. Implikasi dari penelitian tersebut ternyata dapat menjadi rujukan untuk masalah konservasi hewan. Ternyata ada hal-hal lain yang bisa menjadi pertimbangan bila ingin melepaskan hewan hasil penangkaran kembali ke habitat aslinya. Masuknya hewan-hewan inbreeding yang resesif hasil penangkaran ke dalam populasi feral yang sudah stabil akan menurunkan survival feral di alamSifat-sifat resesif tidak tahan terhadap tekanan lingkungan (seperti penyakit, dsb). Masuknya alel resesif ke feral melalui perkawinan akan menyebabkan penurunan genetic diversity dan menurunkan kemampuan hidup. Penurunan genetic diversity pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu akan mengarah pada extinction atau kepunahan yang sebenarnya tujuan awal dari konservasi adalah mencegah hal itu terjadi. Mungkin akan beda kasusnya jika habitat alaminya belum ada populasi hewan yang menghuni. Mungkin itu tidak jadi masalah untuk dilepaskan.

“Jadi baiknya sebelum hewan dilepaskan, di sequence dulu dna-nya, kalau heterozigositasnya tinggi, bukan resesif boleh di lepas ke alam”, kurang lebih begitu kata dosen kami. “Sekompleks itukah?” pikir kami. Yaa namun setidaknya ada hal baru yang membuka pikiran kami dan semoga ada yang mengerti cerita kami ini :D.

-Merasa bersyukur-Bandung-23 Oktober 2014-begadang-ngeblog disela2 ngerjain tesis-Bismillah-